Kepolisian Republik Indonesia melalui Bareskrim Polri mengungkap kasus mengejutkan yang melibatkan penyebaran konten pornografi anak dan incest melalui media sosial Facebook. Grup yang dinamai "Fantasi Sedarah" dan "Suka Duka" menjadi tempat beredarnya konten terlarang tersebut. Hasil penyelidikan mengungkap keterlibatan enam tersangka, masing-masing dengan peran berbeda.
Kasus ini menyoroti bahaya laten kejahatan digital dan pentingnya pengawasan terhadap aktivitas daring yang meresahkan publik serta merusak masa depan anak-anak.
Kronologi Penangkapan
Penyelidikan dimulai setelah polisi menerima laporan mengenai aktivitas mencurigakan dalam grup Facebook tertutup yang memperjualbelikan dan menyebarkan konten bermuatan pornografi anak serta inses. Setelah pelacakan digital selama beberapa pekan, enam pelaku berhasil diamankan antara 17–20 Mei 2025, di berbagai wilayah Indonesia.
Daftar dan Peran Para Tersangka
Berikut identitas dan peran para tersangka:
MR (alias Nanda Chrysia)
Peran: Pembuat dan admin grup "Fantasi Sedarah"Lokasi penangkapan: Jawa BaratBarang bukti: 402 gambar dan 7 video pornografi anak
- DK (alias Alesa Bafon / Ranta Talisya)
- Peran: Penjual konten seksual anak dalam grup
- Modus: Menjual 20 konten seharga Rp50.000, dan 40 konten seharga Rp100.000
- MS (alias Masbro)
- Peran: Pembuat video asusila dengan anak-anak
- Lokasi: Jawa Tengah
- MJ (alias Lukas)
- Peran: Pembuat dan penyimpan konten eksploitasi seksual anak
- Status: Ternyata masuk DPO Polresta Bengkulu atas kasus serupa
- MA (alias Rajawali)
- Peran: Pengunggah ulang konten dari grup untuk disebarluaskan
- Barang bukti: 66 gambar dan 2 video pornografi anak
- Lokasi: Lampung
- KA (alias Temon-temon)
- Peran: Anggota aktif grup "Suka Duka"
- Aktivitas: Mengunduh dan menyebarkan konten terlarang
Barang Bukti yang Disita
Polisi menyita sejumlah barang bukti dari para tersangka, antara lain:
- 8 unit handphone
- 1 unit komputer dan 1 laptop
- 5 akun email
- 3 akun Facebook
- 2 KTP, 6 SIM card, dan 2 memori eksternal
Ancaman Hukuman
Para tersangka dijerat dengan berbagai pasal dari beberapa undang-undang, termasuk:
- UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
- UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
- UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
- UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)
Ancaman hukuman maksimal mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp6 miliar.
Imbauan Kepolisian
Kepolisian meminta masyarakat untuk lebih waspada terhadap aktivitas daring yang menyimpang, serta tidak segan untuk melaporkan konten atau grup mencurigakan melalui kanal resmi seperti situs patroli siber atau aplikasi pengaduan milik kepolisian.
Penutup
Kasus "Fantasi Sedarah" menjadi pengingat keras bahwa dunia digital bukanlah ruang bebas tanpa hukum. Di balik layar, ada potensi kejahatan serius yang harus dihadapi bersama dengan edukasi, penegakan hukum yang tegas, serta literasi digital sejak dini, terutama bagi anak dan remaja.
Semoga kasus ini menjadi awal yang tegas dalam memberantas kejahatan seksual daring, serta memperkuat perlindungan terhadap anak-anak sebagai generasi penerus bangsa.
0 Komentar