KEBIJAKAN KDM : ANAK BANDEL DAN BOTI AKAN DI KIRIM WAJIB MILITER !




TahukahKamu - Berikut adalah draf artikel tentang kebijakan kontroversial Dedi Mulyadi (jika yang dimaksud adalah mantan Bupati Purwakarta dan tokoh politik Jawa Barat), dengan gaya jurnalistik informatif dan netral:



Purwakarta, Jawa Barat – Tokoh politik sekaligus mantan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, kembali mencuri perhatian publik dengan usulan kebijakan kontroversial: mengirim anak-anak yang dinilai "bandel" dan berpenampilan seperti "boti" (istilah slang untuk pria yang berperilaku atau berpenampilan feminin) ke program pelatihan semi-militer.

Dedi menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mendisiplinkan generasi muda yang menurutnya mulai kehilangan arah dan nilai-nilai keindonesiaan, seperti tanggung jawab, kerja keras, dan kesopanan. Ia menyoroti perilaku anak muda yang sering terlibat tawuran, penggunaan narkoba, serta gaya hidup yang dianggap menyimpang dari norma sosial.


“Kita tidak bisa membiarkan anak-anak tumbuh tanpa nilai. Kalau ada yang bandel, tidak bisa diatur, atau terlalu manja, harus ditempa. Bukan dihukum, tapi dibentuk jiwanya,” ujar Dedi dalam salah satu video yang diunggah ke media sosial.


Program Semi-Militer sebagai Solusi?

Menurut Dedi, program ini bukan bentuk hukuman, melainkan pembinaan karakter ala militer, termasuk latihan fisik, kedisiplinan, serta pelatihan mental dan spiritual. Ia meyakini bahwa metode semi-militer dapat membentuk kepribadian yang tangguh dan bertanggung jawab.

Namun, kebijakan ini menuai pro dan kontra. Sebagian masyarakat mendukung langkah tegas Dedi untuk menyelamatkan generasi muda, sementara yang lain menilai pendekatan ini terlalu keras dan berpotensi melanggar hak asasi anak.

Kritik dan Sorotan Publik

Beberapa aktivis hak anak dan LSM menyoroti kebijakan ini karena dinilai stereotipikal dan diskriminatif, terutama terhadap kelompok remaja dengan ekspresi gender non-konvensional. Istilah "boti", meski populer di masyarakat, dianggap merendahkan dan memperkuat stigma negatif terhadap keberagaman gender.


“Mendidik anak-anak harus berdasarkan pendekatan psikologis dan inklusif, bukan dengan pendekatan militerisasi yang bisa merusak mental,” ujar seorang aktivis perlindungan anak.


Kita Menumbuhkan generasi muda yang tangguh memang menjadi kebutuhan zaman. Namun, pendekatan berbasis kekerasan simbolik dan generalisasi atas identitas justru bisa mengikis semangat inklusivitas dan toleransi. Pendidikan karakter seharusnya menumbuhkan rasa hormat, bukan rasa takut.

Langkah Selanjutnya
Hingga saat ini, belum ada kejelasan apakah kebijakan ini akan diimplementasikan secara resmi ataumasih sebatas wacana pribadi Dedi Mulyadi. Namun, pernyataannya telah memantik diskusi luas mengenai cara terbaik membina generasi muda, serta batas antara pendidikan, pembinaan, dan pelanggaran hak individu. 




Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google www.tahukahkamu.wiki  dan Channel Telegram 

Posting Komentar

0 Komentar

Entri yang Diunggulkan

Sejarah Singkat Asal Usul Gunung Kidul : Dulu Lautan