Feminisme adalah gerakan sosial, politik, dan intelektual yang bertujuan untuk memperjuangkan kesetaraan hak antara perempuan dan laki-laki, serta menentang segala bentuk diskriminasi berbasis gender. Inti dari feminisme adalah menghapus struktur sosial patriarki yang selama berabad-abad menempatkan perempuan pada posisi subordinat.
Akar Historis Feminisme
Walaupun istilah feminisme baru populer pada abad ke-19, akar ideologinya sudah ada jauh sebelumnya.
Masa Kuno hingga Abad Pertengahan
- Filsuf Yunani seperti Plato dalam karyanya The Republic sudah membayangkan perempuan memiliki peran yang setara dalam pendidikan dan pemerintahan.
- Pada Abad Pertengahan, tokoh seperti Christine de Pizan (1364–1430) menulis The Book of the City of Ladies, yang membela kecerdasan dan kemampuan perempuan di tengah masyarakat feodal.
Era Pencerahan (Abad ke-17–18)
- Revolusi intelektual di Eropa mendorong gagasan hak asasi manusia, termasuk hak perempuan.
- Tokoh seperti Mary Astell (1666–1731) di Inggris menuntut akses pendidikan setara bagi perempuan.
- Olympe de Gouges (1748–1793) di Prancis menulis Declaration of the Rights of Woman and of the Female Citizen pada 1791, yang menjadi dokumen penting awal feminisme modern.
Gelombang-Gelombang Feminisme
Feminisme Gelombang Pertama (Akhir Abad ke-19 – Awal Abad ke-20)
Fokus: hak-hak hukum dasar, terutama hak pilih perempuan (women’s suffrage).
- Di Amerika Serikat, tokoh seperti Susan B. Anthony dan Elizabeth Cady Stanton mendirikan National Woman Suffrage Association.
- Di Inggris, Emmeline Pankhurst memimpin gerakan Suffragette, yang bahkan melakukan aksi-aksi radikal untuk menekan pemerintah.
Feminisme Gelombang Kedua (1960-an – 1980-an)
Fokus: kesetaraan di tempat kerja, pendidikan, dan tubuh perempuan (bodily autonomy).
- Betty Friedan (1921–2006) lewat bukunya The Feminine Mystique (1963) membongkar mitos "perempuan bahagia hanya dengan menjadi ibu rumah tangga".
- Gloria Steinem, jurnalis dan aktivis, memperjuangkan kesetaraan upah dan mengkritik stereotip gender di media.
Feminisme Gelombang Ketiga (1990-an – 2000-an)
Fokus: keragaman identitas perempuan, interseksionalitas (hubungan gender, ras, kelas, orientasi seksual).
- Tokoh seperti bell hooks menekankan bahwa feminisme harus inklusif bagi perempuan kulit berwarna dan kelompok marginal.
- Rebecca Walker mempopulerkan istilah "gelombang ketiga" dan menekankan kebebasan ekspresi perempuan.
Feminisme Gelombang Keempat (2010-an – Sekarang)
Fokus: aktivisme digital, pelecehan seksual, body positivity, dan kesetaraan global.
- Gerakan #MeToo yang dipopulerkan oleh Tarana Burke dan Alyssa Milano menjadi simbol perlawanan terhadap pelecehan dan kekerasan seksual di seluruh dunia.
Tokoh-Tokoh Penting dalam Sejarah Feminisme dan Biografinya
Mary Wollstonecraft (1759–1797)
- Penulis A Vindication of the Rights of Woman (1792), yang menyerukan pendidikan setara bagi perempuan.
- Dianggap sebagai salah satu ibu intelektual feminisme modern.
Olympe de Gouges (1748–1793)
- Aktivis Revolusi Prancis.
- Menulis Deklarasi Hak-Hak Perempuan dan Warga Negara Perempuan.
- Dieksekusi dengan guillotine karena kritiknya terhadap pemerintahan Revolusi.
Emmeline Pankhurst (1858–1928)
- Pemimpin gerakan Suffragette di Inggris.
- Menggunakan taktik demonstrasi besar, pemogokan makan, dan aksi langsung.
- Berhasil mendorong pemerintah Inggris memberi hak pilih kepada perempuan pada 1918.
Simone de Beauvoir (1908–1986)
- Filsuf eksistensialis Prancis.
- Bukunya The Second Sex (1949) adalah karya klasik yang menguraikan bagaimana perempuan menjadi "the Other" dalam masyarakat patriarki.
Betty Friedan (1921–2006)
- Penulis The Feminine Mystique.
- Pendiri National Organization for Women (NOW) di AS.
bell hooks (1952–2021)
- Aktivis feminis kulit hitam Amerika.
- Memperkenalkan konsep interseksionalitas dalam feminisme.
- Penulis Ain’t I a Woman? yang mengkritik feminisme arus utama yang mengabaikan perempuan kulit berwarna.
Perkembangan Feminisme di Indonesia
- Pada awal abad ke-20, tokoh seperti R.A. Kartini (1879–1904) dan Dewi Sartika memperjuangkan pendidikan perempuan.
- Pada era reformasi, aktivis seperti Nursyahbani Katjasungkana dan Yuni Cholifah memimpin gerakan advokasi hak perempuan dan anti-kekerasan berbasis gender.
Feminisme bukan sekadar gerakan perempuan, tetapi perjuangan untuk keadilan gender bagi semua orang. Dari masa Plato hingga era media sosial, feminisme terus berevolusi, beradaptasi dengan tantangan zaman, dan menghadirkan berbagai pendekatan yang lebih inklusif.
Kronologi Perkembangan Feminisme
Periode / Gelombang | Tahun Perkiraan | Fokus Perjuangan | Tokoh Kunci | Karya / Aksi Penting |
---|---|---|---|---|
Akar Pemikiran Awal | Abad Kuno – Abad Pertengahan | Gagasan awal kesetaraan gender dalam filsafat dan sastra | Plato, Christine de Pizan | The Republic (Plato), The Book of the City of Ladies (de Pizan) |
Era Pencerahan | 1600-an – 1700-an | Pendidikan perempuan, hak asasi manusia | Mary Astell, Olympe de Gouges | A Serious Proposal to the Ladies (Astell), Declaration of the Rights of Woman (de Gouges) |
Feminisme Gelombang Pertama | ± 1848 – 1920-an | Hak pilih perempuan (suffrage), hak hukum dasar | Mary Wollstonecraft, Emmeline Pankhurst, Susan B. Anthony | A Vindication of the Rights of Woman (Wollstonecraft), Aksi Suffragette |
Feminisme Gelombang Kedua | 1960-an – 1980-an | Kesetaraan kerja, pendidikan, kebebasan tubuh (reproductive rights) | Betty Friedan, Gloria Steinem, Simone de Beauvoir | The Feminine Mystique (Friedan), The Second Sex (Beauvoir) |
Feminisme Gelombang Ketiga | 1990-an – 2000-an | Inklusivitas, interseksionalitas, ekspresi identitas gender | bell hooks, Rebecca Walker | Ain’t I a Woman? (hooks), Esai Becoming the Third Wave (Walker) |
Feminisme Gelombang Keempat | 2010-an – Sekarang | Aktivisme digital, anti-pelecehan seksual, body positivity | Tarana Burke, Alyssa Milano | Gerakan #MeToo, kampanye media sosial global |
Feminisme di Indonesia | 1900-an – Sekarang | Pendidikan perempuan, hak hukum, anti-kekerasan gender | R.A. Kartini, Dewi Sartika, Nursyahbani Katjasungkana | Surat-surat Habis Gelap Terbitlah Terang (Kartini), advokasi UU Anti-KDRT |
0 Komentar