Sejarah Jawa Tengah: Jejak Peradaban di Tanah Mataram

 

Sejarah Jawa Tengah: Jejak Peradaban di Tanah Mataram

Dahulu kala, jauh sebelum Indonesia lahir sebagai sebuah bangsa, wilayah yang kini kita kenal sebagai Jawa Tengah telah menjadi pusat peradaban yang maju. Di abad ke-7, berdirilah Kerajaan Mataram Kuno, yang dikenal juga sebagai Kerajaan Medang, di daerah dataran tinggi Kewu, sekitar Magelang dan Klaten. Kerajaan ini menjadi tempat lahirnya karya agung umat manusia: Candi Borobudur dan Candi Prambanan, simbol kemegahan agama Buddha dan Hindu pada masanya.

Namun, karena bencana alam—kemungkinan besar letusan dahsyat Gunung Merapi—ibu kota kerajaan ini dipindahkan ke Jawa Timur. Meskipun demikian, sisa-sisa kejayaan kerajaan tetap abadi dalam batu dan relief yang kini menjadi warisan dunia.

Memasuki abad ke-15, ketika pengaruh Islam mulai menyebar di Jawa, muncul Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Demak terletak di pesisir utara Jawa Tengah dan didirikan oleh Raden Patah, yang dipercaya masih keturunan Majapahit. Dari Demak, ajaran Islam menyebar ke berbagai penjuru, dibantu oleh para Wali Songo. Masa ini menandai transformasi besar budaya Jawa, dari Hindu-Buddha menuju Islam.

Setelah Demak melemah, lahirlah Kesultanan Pajang, lalu disusul oleh Kesultanan Mataram Islam yang berpusat di Kota Gede (sekarang bagian dari Yogyakarta). Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Mataram berhasil memperluas kekuasaan ke hampir seluruh Jawa dan Madura. Tapi setelah Sultan Agung wafat, kerajaan mulai mengalami perpecahan internal.

Belanda, melalui VOC, masuk dalam konflik dinasti dan memecah Mataram. Hasilnya adalah Perjanjian Giyanti tahun 1755, yang memecah kerajaan menjadi dua: Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Kemudian lahir juga dua wilayah kecil: Pakualaman dan Mangkunegaran.

Saat penjajahan Belanda dan Jepang datang, wilayah Jawa Tengah menjadi arena perjuangan rakyat. Tanam paksa dan kerja paksa membuat penderitaan meluas. Namun semangat perlawanan tetap menyala. Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, Jawa Tengah ditetapkan sebagai salah satu provinsi awal Indonesia, dengan ibu kota di Semarang.

Seiring waktu, Jakarta dan Yogyakarta memperoleh status khusus dan terpisah dari Jawa Tengah. Namun, provinsi ini tetap menjadi jantung budaya Jawa. Di sini, adat, bahasa, dan kesenian Jawa tetap lestari. Kota-kota seperti Surakarta (Solo) dan Magelang tetap memancarkan nuansa kerajaan dan spiritualitas, sementara Semarang tumbuh sebagai pusat industri dan pelabuhan penting.

Kini, Jawa Tengah dikenal sebagai provinsi yang seimbang antara kemajuan dan tradisi. Dengan dukungan pariwisata, pendidikan, industri, dan pertanian, provinsi ini terus tumbuh dan berkontribusi besar dalam pembangunan Indonesia. Tapi di balik semua itu, denyut sejarahnya masih terasa dalam setiap alunan gamelan, dalam kesunyian candi-candi kuno, dan dalam tutur halus masyarakatnya.


1. Masa Kuno: Kerajaan Mataram Kuno (Abad ke-7 – ke-10 M)

Wilayah Jawa Tengah pada masa awal merupakan pusat berdirinya Kerajaan Medang atau Mataram Kuno, sebuah kerajaan Hindu-Buddha yang berkuasa sekitar abad ke-7 hingga ke-10 Masehi.
Raja terkenal dari kerajaan ini adalah Rakai Pikatan dan Balitung, dan peninggalan terkenalnya adalah Candi Prambanan (Hindu) serta Candi Borobudur (Buddha), yang menjadi bukti kemajuan peradaban dan arsitektur masa itu.
Pusat kerajaan sempat berpindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur karena faktor politik dan bencana alam (seperti letusan Gunung Merapi).

2. Masa Islam: Kesultanan Demak dan Pajang (Abad ke-15 – ke-16 M)

Setelah era Hindu-Buddha menurun, muncul kerajaan Islam pertama di Jawa, yaitu Kesultanan Demak, yang didirikan sekitar tahun 1475 oleh Raden Patah.
Demak menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa dan memainkan peran penting dalam menggulingkan kekuasaan Majapahit di Jawa Timur.
Setelah Demak melemah, kekuasaan dilanjutkan oleh Kesultanan Pajang, yang kemudian membuka jalan bagi kemunculan kerajaan yang lebih besar: Kesultanan Mataram Islam.

3. Masa Kejayaan Kesultanan Mataram Islam (Abad ke-16 – ke-18 M)

Mataram Islam, yang berpusat di daerah Kota Gede (Yogyakarta), menjadi kerajaan Islam terbesar di Jawa. Di bawah pemerintahan Sultan Agung (1613–1645), wilayah kekuasaan Mataram meluas hingga hampir seluruh Jawa.
Namun setelah Sultan Agung wafat, kerajaan mengalami perpecahan dan konflik internal, terutama setelah campur tangan VOC (Belanda).

4. Perpecahan Mataram dan Campur Tangan Belanda

Akibat konflik internal dan tekanan Belanda, Mataram akhirnya terpecah menjadi dua kerajaan melalui Perjanjian Giyanti (1755):

  • Kesultanan Yogyakarta (Yogyakarta)
  • Kasunanan Surakarta (Surakarta/Solo)
  • Kemudian pada 1757, terbentuk lagi pecahan Mangkunegaran dan Pakualaman sebagai bagian dari politik pecah-belah Belanda.

5. Masa Penjajahan: Hindia Belanda dan Jepang (Abad ke-19 – 1945)

Selama masa kolonial Belanda, Jawa Tengah menjadi bagian penting dalam sistem pemerintahan dan ekonomi Hindia Belanda. Banyak sistem tanam paksa diterapkan, dan kota-kota seperti Semarang, Surakarta, dan Magelang menjadi kota administratif dan militer.
Pada masa pendudukan Jepang (1942–1945), wilayah ini menjadi bagian dari strategi militer Jepang, dan rakyat mengalami penderitaan akibat kerja paksa (romusha).

6. Pasca-Kemerdekaan dan Pembentukan Provinsi Jawa Tengah

Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, Jawa Tengah ditetapkan sebagai salah satu dari 8 provinsi pertama Republik Indonesia.
Ibu kota provinsi adalah Semarang, yang hingga kini menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan utama di Jawa Tengah.
Menariknya, dua wilayah istimewa yang ada di Jawa Tengah, yaitu Yogyakarta dan Surakarta, memiliki status khusus di masa awal kemerdekaan. Namun hanya Yogyakarta yang kemudian resmi menjadi Daerah Istimewa, sementara Surakarta menjadi bagian administratif biasa.

7. Jawa Tengah Masa Kini: Tradisi dan Pembangunan

Jawa Tengah dikenal sebagai wilayah yang kaya akan budaya, seni, dan tradisi Jawa, seperti wayang kulit, batik, keris, gamelan, dan bahasa Jawa halus.
Provinsi ini juga memiliki banyak destinasi wisata sejarah dan alam, seperti:

  • Candi Borobudur (Magelang)
  • Candi Prambanan (Klaten)
  • Keraton Surakarta
  • Dataran Tinggi Dieng
  • Di sisi lain, Jawa Tengah juga menjadi pusat pertanian, industri, dan pendidikan dengan kota-kota besar seperti Semarang, Solo (Surakarta), dan Purwokerto yang terus berkembang.


Dari kerajaan kuno Hindu-Buddha hingga pusat kerajaan Islam, dari era kolonial hingga menjadi provinsi modern, Jawa Tengah adalah pusat sejarah, budaya, dan kekuatan sosial Indonesia. Warisan sejarahnya yang kaya menjadi fondasi kuat bagi masa depan yang lebih maju dan inklusif.



Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google www.tahukahkamu.wiki  dan Channel Telegram 

Posting Komentar

0 Komentar

Entri yang Diunggulkan