Tan Malaka: Pejuang Kemerdekaan, Filsuf Revolusioner, dan Tokoh Kontroversial Indonesia


Tan Malaka adalah salah satu tokoh paling kompleks dan kontroversial dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia bukan hanya seorang pejuang kemerdekaan, tetapi juga pemikir Marxis, penulis, dan pelopor gerakan revolusioner yang mendunia. Namanya sempat dihapus dari narasi resmi sejarah Indonesia selama puluhan tahun karena pandangan politiknya yang radikal dan konflik dengan pemimpin-pemimpin nasionalis lainnya. Namun, pada tahun 1963, Tan Malaka akhirnya diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.


Kehidupan Awal dan Pendidikan

Tan Malaka lahir dengan nama Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka pada 2 Juni 1897 di Nagari Pandan Gadang, Suliki, Sumatera Barat. Ia berasal dari keluarga Minangkabau yang memiliki tradisi pendidikan tinggi. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di tanah air, ia dikirim ke Belanda pada tahun 1913 untuk melanjutkan studi di Sekolah Guru (Rijkskweekschool) di Haarlem.

Selama tinggal di Eropa, Tan Malaka mulai terpapar pada ide-ide sosialisme, komunisme, dan gerakan pekerja yang berkembang di sana. Ia terpengaruh oleh pemikiran Karl Marx, Lenin, dan tokoh-tokoh kiri lainnya. Dari sanalah cikal bakal ideologi perjuangannya terbentuk.


Aktivitas Politik dan Revolusioner

Sekembalinya ke Indonesia, Tan Malaka aktif mengorganisasi gerakan buruh dan pendidikan. Ia menjadi tokoh penting dalam Partai Komunis Indonesia (PKI) awal, dan mengembangkan gagasan bahwa kemerdekaan Indonesia hanya bisa dicapai melalui revolusi sosial.

Namun, ia kemudian berselisih dengan tokoh-tokoh PKI lainnya, terutama karena perbedaan strategi. Tan Malaka menolak kudeta bersenjata yang gagal pada 1926–1927 dan lebih mendukung perjuangan massa yang terorganisir.

Setelah perpecahan itu, ia mendirikan gerakan Murba (Musyawarah Rakyat Banyak) sebagai alternatif terhadap PKI dan partai nasionalis moderat seperti PNI. Ia juga berkeliling dunia—ke Filipina, Tiongkok, Thailand, Singapura, dan bahkan Rusia—untuk membangun jaringan internasional bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia.


Penulisan dan Pemikiran

Tan Malaka bukan hanya aktivis, tetapi juga penulis yang produktif. Karya terkenalnya yang berjudul "Madilog" (Materialisme-Dialektika-Logika) adalah sumbangsih intelektual penting bagi pemikiran Indonesia modern. Buku itu menyatukan filsafat materialisme dialektik dengan logika ilmiah, sebagai alat berpikir bagi kaum revolusioner Indonesia.

Selain Madilog, ia juga menulis Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia), di mana ia menjadi orang pertama yang secara eksplisit mengusulkan pendirian sebuah republik Indonesia merdeka, bahkan sebelum Soekarno.


Peran Setelah Kemerdekaan dan Kematian

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Tan Malaka kembali ke tanah air dan mencoba bergabung dengan perjuangan fisik dan politik melawan Belanda. Ia mendirikan Persatuan Perjuangan, sebuah gerakan yang mendesak pemerintah Indonesia untuk tidak berunding dengan Belanda dan mengambil sikap revolusioner penuh.

Namun, karena sikap keras dan oposisi terhadap kompromi politik, ia justru ditangkap oleh pemerintah Indonesia sendiri pada 1946. Setelah dibebaskan, ia tetap aktif sebagai pejuang gerilya di Jawa Timur.

Tan Malaka tewas secara tragis pada Februari 1949, diduga dieksekusi oleh pasukan TNI di bawah Letkol Soekotjo, tanpa proses pengadilan. Ia dimakamkan secara tidak resmi di Kediri, Jawa Timur. Kepastian mengenai tempat dan penyebab kematiannya baru diungkap oleh sejarawan puluhan tahun kemudian.


Warisan dan Rehabilitasi

Pada tahun 1963, Presiden Soekarno menetapkan Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional Indonesia, sebuah pengakuan yang datang terlambat namun sangat berarti. Meski demikian, karena hubungannya dengan komunisme, namanya tetap kontroversial, terutama selama masa Orde Baru.

Kini, banyak kalangan mulai merehabilitasi citra Tan Malaka sebagai pemikir besar dan pejuang kemerdekaan sejati yang visinya mendahului zamannya.



Tan Malaka adalah tokoh yang berjuang bukan hanya untuk kemerdekaan Indonesia secara fisik, tetapi juga secara intelektual dan ideologis. Ia adalah sosok yang percaya bahwa kemerdekaan sejati harus dibarengi dengan kesadaran berpikir, keadilan sosial, dan pembebasan dari ketertindasan ekonomi. Warisan pemikiran dan perjuangannya terus relevan dalam upaya membangun Indonesia yang adil dan berdaulat.

Sekali Merdeka, tetap Merdeka!" – Tan Malaka




Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google www.tahukahkamu.wiki  dan Channel Telegram 

Posting Komentar

0 Komentar

Entri yang Diunggulkan