Di tengah lanskap gurun yang terik dan berbatu di wilayah selatan Yordania, tersembunyi sebuah kota kuno yang seakan berasal dari dunia lain—Petra, mahakarya yang dipahat langsung dari tebing batu merah muda. Kota ini bukan hanya peninggalan arkeologi biasa, tetapi juga simbol kebesaran peradaban Nabatean, pusat perdagangan zaman kuno, dan kini, salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Baru.
Terletak di wilayah Ma’an, Petra telah menjadi daya tarik sejarah, budaya, dan spiritual selama berabad-abad. Kota ini menggambarkan kejeniusan arsitektur kuno, keragaman budaya, dan ketahanan manusia di tengah lingkungan keras gurun Arabia.
Asal-usul Nama dan Lokasi
Kata “Petra” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “batu”, nama yang sangat tepat untuk kota yang hampir seluruhnya dibangun dari batu. Dalam bahasa Arab, tempat ini dikenal sebagai "البتراء" (Al-Batra’). Petra terletak sekitar 240 kilometer selatan Amman, ibu kota Yordania, dan berada di rute antara Laut Mati dan Laut Merah, menjadikannya posisi strategis dalam jalur perdagangan kuno.
Sejarah Singkat: Dari Suku Nabatean ke Dunia Modern
Kebangkitan Peradaban Nabatean
Petra didirikan sekitar abad ke-4 SM oleh Bangsa Nabatean, suku Arab nomaden yang ahli dalam perdagangan rempah-rempah, kemenyan, dan barang-barang berharga lainnya. Mereka menjadikan Petra sebagai ibu kota kerajaan mereka dan membangun sistem irigasi, waduk air, serta arsitektur yang sangat maju.
Dalam masa keemasannya, Petra menjadi pusat perdagangan penting yang menghubungkan Mesir, Suriah, Arab, dan Laut Tengah. Kota ini makmur hingga menjadi kota metropolitan yang dihuni lebih dari 30.000 orang.
Penaklukan oleh Romawi dan Kemunduran
Pada tahun 106 M, Petra dianeksasi oleh Kekaisaran Romawi, namun secara perlahan kehilangan peran pentingnya sebagai pusat dagang, terutama setelah gempa bumi besar tahun 363 M menghancurkan sebagian besar infrastrukturnya.
Setelah beberapa abad dalam ketidakjelasan, Petra akhirnya “hilang” dari peta dunia barat hingga ditemukan kembali oleh penjelajah Swiss, Johann Ludwig Burckhardt, pada tahun 1812.
Keajaiban Arsitektur: Kota yang Dipahat dari Batu
1. Al-Khazneh (The Treasury)
Inilah ikon Petra yang paling terkenal—Al-Khazneh, atau “Perbendaharaan”. Bangunan setinggi 40 meter ini dipahat langsung dari tebing batu merah muda, dengan gaya arsitektur yang mencampurkan influensi Yunani, Romawi, dan Nabatean. Meskipun disebut perbendaharaan, sebenarnya fungsinya masih diperdebatkan, kemungkinan besar adalah makam raja Nabatean.
2. Siq – Jalan Masuk yang Megah
Pengunjung Petra harus melalui Siq, lorong batu sempit sepanjang 1,2 kilometer yang diapit oleh dinding batu setinggi 80 meter. Lorong ini memberikan pengalaman dramatis karena secara perlahan membuka jalan menuju Al-Khazneh.
3. Monastery (Ad-Deir)
Lebih besar dari Al-Khazneh dan terletak di puncak bukit setelah mendaki lebih dari 800 anak tangga, Ad-Deir adalah struktur luar biasa lainnya. Monastery ini menampilkan gaya arsitektur monumental, kemungkinan digunakan untuk upacara keagamaan atau tempat berkumpul.
4. Teater Nabatean, Makam Kerajaan, dan Jalan Romawi
Petra memiliki teater kuno berkapasitas 4.000 orang, makam-makam kerajaan yang megah, serta jalan-jalan bergaya Romawi lengkap dengan kolom dan plaza.
Teknologi dan Inovasi Bangsa Nabatean
Petra bukan hanya cantik, tapi juga menunjukkan kejeniusan teknik kuno:
- Sistem hidrologi kompleks yang menyalurkan air dari pegunungan ke kota melalui saluran air tersembunyi dan waduk.
- Pengelolaan air hujan yang memungkinkan pertanian bertahan di lingkungan gurun.
- Struktur batu yang dibangun untuk menahan gempa dan badai pasir.
Inovasi ini membuktikan bahwa Petra bukan kota yang dibangun secara impulsif, tetapi hasil dari perencanaan urban yang cermat dan berkelanjutan.
Petra sebagai Warisan Dunia
Pada tahun 1985, Petra ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, dan pada tahun 2007, terpilih sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Baru.
Saat ini, Petra adalah kebanggaan nasional Yordania dan salah satu daya tarik wisata terpenting di Timur Tengah, dikunjungi oleh lebih dari satu juta turis setiap tahun. Pemerintah Yordania, bersama lembaga internasional, terus melakukan restorasi, pelestarian, dan penelitian arkeologi di wilayah ini.
Kehidupan Modern di Sekitar Petra
Kota modern Wadi Musa adalah gerbang utama menuju Petra. Banyak keturunan suku Badui lokal, terutama dari suku Bdoul, yang dulunya tinggal di dalam gua-gua Petra, kini bermukim di desa sekitar dan bekerja di sektor pariwisata sebagai pemandu, penjual kerajinan tangan, atau pengelola penginapan.
Pemerintah Yordania telah memberdayakan komunitas lokal agar menjadi bagian dari pelestarian Petra, termasuk pendidikan, pelatihan budaya, dan perlindungan situs dari kerusakan akibat pariwisata massal.
Makna Spiritual dan Simbolik
Bagi banyak orang, Petra bukan hanya situs sejarah, tetapi juga tempat dengan makna spiritual dan simbol ketahanan budaya. Bangsa Nabatean, yang sering terlupakan dalam buku sejarah dunia, telah membuktikan bahwa peradaban gurun pun mampu menciptakan keajaiban dunia.
Petra mengingatkan kita akan keagungan masa lalu, ketahanan manusia menghadapi kerasnya alam, dan kemampuan membangun kota dari batu yang hidup hingga ribuan tahun kemudian.
Penutup: Petra – Jendela ke Masa Lalu, Cermin Masa Depan
Petra adalah permata arkeologi yang mempertemukan masa lalu dan masa kini. Ia adalah bukti bahwa kekayaan tidak selalu berasal dari emas dan permata, tetapi dari warisan budaya, ketekunan manusia, dan kreativitas tanpa batas.
Di tengah dunia modern yang serba cepat, Petra berdiri sebagai pengingat abadi akan keindahan yang bisa diciptakan manusia dengan sabar dan visi—dan Yordania, melalui Petra, mengundang dunia untuk menyelami kisah masa lalunya yang luar biasa.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun
Google www.tahukahkamu.wiki dan Channel Telegram
0 Komentar